Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2019

Madinah

Berdesakan Putih-putih Selendang mati Burung dara Anak-anak Angin kepala dingin Kubah hijau Aku tak izin berpisah Hanya pamit sebentar Untuk kemudian kembali Menemuimu lagi Insyaallah Insyaallah Kemas-kemas Bis satu, bis dua Koper, tas jinjing Semua sudah masuk Semua sudah lengkap Ada yang tertinggal. Aku. Ihram, 17 Maret 2019. Di atas bus Madinah-Mekkah.

Kupu-Kupu Malam

Pergi kepompong Tiba kupu-kupu Malam menyongsong Pagi berlalu Ada hujan Lalu pelangi Gelap berembulan Cerah bermatahari Pagi berlalu Matahari sudah padam Datang kupu-kupu malam Mencari pelangi Di hujan berembulan Gelap Menjadi kepompong lagi Dalam selimut laki-laki Basabasi, 2019.

Sehabis Mandi

Andai orang-orang rajin mandi Lima kali setiap hari Tak akan ada saling benci Sebab rasa sehabis mandi Menjadi pupuk bagi sanubari Mendamaikan hati Ini rahasia Tapi musti kupidatokan segera Karena amarah murka Mudah tampak di mana mana Mandilah mandilah Sebab puisi ini Rampung sehabis mandi Jogja, 2019.

Dimana?

Kanjeng Nabi, Diberangkatkan takdir-ditopangkan angin aku sampai di depan pusara yang juga rumahmu. Assalaamualaika ya Rasulallah Assalaamualaika ya Rasulallah Assalaamualaika ya Rasulallah Kutengok di balik jeruji besi Kuintip dari sela sela bahu Tak kudapati dirimu Kanjeng Nabi, Bukankah kau selalu ada dan menjawab setiap orang yang merayakan salam atasmu? Dan bukankah di seluruh bumi tiap-tiap detik senantiasa merupakan perayaan salam untukmu? Lalu sekarang engkau sedang di mana? Apakah engkau, Kanjeng Nabi, sedang pergi ke Afrika sana, membalas salam yang dikumandangkan seluruh hewan di hutan belantara? Atau mungkin engkau sedang ke Indonesia, ke negeriku, menyambangi bibir-bibir yang mengering karena miskin namun selalu basah oleh ucapan salamnya atasmu? Atau di mana? Kubayangkan, betapa sibuknya engkau, Kanjeng Nabi. Aku di depan rumahmu. Menunggumu pulang dari manapun. Menanti balasan salamku padamu. Assalaamualaika ya Rasulallah. Assalaamualaika ya Rasulall...

Mengandaikan Tuhan

Hampir aku terjerumus dalam pengandaian tentang Tuhan. Manakala Ia datang sebagai Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Indah, nyaris kubayangkan Tuhan adalah ibu. Ketika Ia mendaku Sang Maha Perkasa, Maha Pengucur Rezeki dan Maha Bijaksana, nyaris kubayangkan Tuhan adalah bapak. Tuhan bukan siapa-siapa. Ia memang memiliki segala sifat-sifat Maha. Tapi Tuhan bukan mereka. Ah, nyaris saja. Ampunilah hamba. Banyuwangi, 4 Agustus 2019.