Ceritanya, awal September 2021, kami--saya dan saudara-saudara Bani Djunaidi--memulai rutinitas pengajian Ihya' Ulumiddin setiap malam Selasa, dua minggu sekali. Tempat pengajian digilir bebas. Pengajian ini konsepnya santai saja ala NU, sambil nyemil, ngopi, merokok, ngelamun. Teknisnya, beberapa orang didapuk sebagai qari' dan mubayyin yang ditunjuk ditempat untuk membaca beberapa kalimat atau paragraf sekaligus memaparkan penjelasan, kemudian diselingi tanya jawab. Mengalir saja. Beberapa orang menyarankan saya menuliskan hasil dari pengajian Ihya' Ulumiddin ini. Tapi saya punya gambaran lain. Jika yang ditulis hanya berupa 'terjemahan' dari Ihya', tentu tidak efektif. Sebab banyak terjemahan Ihya' Ulumiddin di mana-mana. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat rubrik Kesan Ihya' ini di blog saya pribadi. Kenapa saya memilih 'kesan'? Pertama, jujur saja, saya tidak dapat memahami semua hal yang tertulis dalam Ihya'. Untuk menghindari saya m...
Min, 4 Okt 2020. Seorang ibu masih punya perasaan sungkan dan tidak enak untuk meminta tolong kepada anaknya yang sudah berkeluarga. Takut, kalau-kalau, dirasa merepotkan. Padahal, sedari kecil, anak selalu merengek pada ibunya, minta ini, minta itu, tanpa pernah merasa telah membuat repot ibunya. Ya Allah. Mudah-mudahan saya tetap bisa memprioritaskan ibu dan bapak, meski kelak saya telah menjadi bapak. Mudah-mudahan, saya bisa berguna, setidaknya bagi orang tua saya. Agar mereka tak sia-sia, melahirkan dan merawat saya selama ini.