Langsung ke konten utama

Reborn?


Lama tidak menghiraukan blog, saya merasa bersalah. Melihat tanggal terakhir posting lebih setahun lalu, ada semacam perasaan berdosa sebab mengabaikannya begitu saja.

Lantas, apakah selama setahun ini saya tidak menulis?

Tentu saja tidak. Tidak ngeblog, iya. Tapi terus menulis. Selama setahun hibernasi dari blog, saya banyak menulis banyak hal. Mulai sekedar menulis artikel, esai, puisi hingga catatan hutang. Wkwkwk.

Saya juga sempat aktif menulis beberapa bulan secara 'agak' kontinyu di salah satu platform media keislaman di Ibu kota. Lain itu, saya juga menulis skenario untuk beberapa film pendek --ini adalah sebuah hal yang benar-benar baru bagi saya. So i'm super excited. 🔥

Nah. Setelah setahun 'pena' --lebih tepatnya 'jari' sih-- berkelana ke berbagai media, rasanya kok tak elok jika saya melupakan blog yang menjadi asal usul media saya menulis. Saya takut dibilang lupa terhadap sangkan paraning dumadi. Saya pikir saya harus mulai aktif kembali menulis di blog. Sederhana dan ringan saja. Tak perlu panjanh lebar, asal kontinyu. Semoga ini menyenangkan.

Saya ingin mengangkat harkat dan martabat blog bagi diri saya pribadi. Blog bukan sumber keuangan saya. Saya menulis di blog tanpa modus finansial. Artinya tulisan saya di blog dapat dikatakan memiliki tingkat ketulusan yang lebih murni ketimbang tulisan yang saya kirim ke berbagai media.

Dengan begini, saya berharap dapat reborn, lahir kembali dan menulis lagi di blog, dunia kecil saya yang mengajarkan saya untuk mulai gemar menulis di platform digital --tak peduli mau ada yang baca atau tidak. Saya berharap dengan telaten menulis di blog, dapat menjadi pelepas penat dan self recreation bagi saya, terutama di masa pandemi saat ini, di mana rekreasi amat ribet dan susah untuk dilakukan.

Semoga. Bismillah reborn. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Rindu

            Tanpa bermaksud mengerdilkan kekuatan super Dilan dalam menanggung beban berat sebuah rindu, sebagai mantan fisikawan abal-abal, saya akan mencoba merumuskan rindu dalam angka-angka untuk mengetahui seberapa berat sebuah rindu yang sedang kita pikul.             Seandainya rindu dapat diilmiah dan diejawantahkan dalam hitung-hitungan bilangan, saya akan katakan bahwa rumus dari rindu adalah jarak dikalikan waktu. Sebab rindu berbanding lurus dengan besaran rentang jarak dan waktu. Semakin jauh jarak seseorang dengan sosok yang dirindukan, semakin besar pula badai rindu yang melandanya. Dan semakin lama waktu terakhir kali berjumpa di antara keduanya, semakin berat pula rindu yang ditanggungnya. R = J x W . R adalah beban rindu yang ditanggung. Mengingat rindu dikaitkan dengan berat (begitu kata Dilan Sang Pakar Rindu), maka dapat dipastikan bahwa satuan ri...

Belajar Tahu Diri dari Gus Miek

"Yang penting kita harus tahu diri. Yaitu menanamkan robbana dholamna anfusana di dalam hati kita masing-masing." Gus Miek. Siapa yang tidak kenal Gus Miek? Mulai dari bromocorah, perempuan penjaja birahi, lady disco, pemabuk, pencuri, maling kelas teri, bandit kelas kakap, tukang becak, pejabat, santri hingga kiai hampir tahu dan mengenal Gus Miek. Gelar yang mereka sematkan kepada Gus Miek juga beragam. Waliyullah, kyai, gus, orang antik dan lain-lain. Gus Miek memang dikaruniai beberapa kelebihan oleh Tuhan. Bahkan ada yang percaya, begitu lahir dunia, Gus Miek sudah diangkat menjadi waliyullah. KekasihNya. Maka tanyakanlah pada setiap sarkub alias sarjana kuburan tentang cerita-cerita Gus Miek. Mereka akan bergairah bercerita beragam kisah seputar keistimewaan Gus Miek yang tidak habis dikisahkan semalam suntuk meski ditemani kepul kopi hitam panas dan gorengan hangat sepiring. Orang terlanjur melihat Gus Miek sebagai individu yang memiliki linuwih. Gus Miek adalah su...

Yai Din Ploso: Kyai Penggiat Jamaah

    Syahdan, dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Airlangga. Kerajaan itu bernama Kahuripan. Prabu Airlangga yang sudah memasuki usia senja berkeinginan untuk menjadi pertapa. Ia berniat meninggalkan kerajaan Kahuripan yang sudah dipimpinnya selama bertahun-tahun. Sebelum benar-benar menjadi pertapa, ia berkeinginan mewariskan tahta kerajaan Kahuripan kepada penerusnya. Sayang, dari permaisurinya, ia hanya dikaruniai seorang putri bernama Sanggramawijaya -sebelum mengganti nama dan lebih dikenal sebagai Dewi Kilisuci. Sanggramawijaya tidak berkeinginan memimpin kerajaan Kahuripan. Ia juga memilih menjadi pertapa dan menolak untuk meneruskan tonggak estafet kepemimpinan yang ditawarkan ayahandanya. Akhirnya Prabu Airlangga memberikan tahtanya kepada dua orang putra dari selirnya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Namun tidak mungkin jika kerajaan ini dipimpin oleh dua raja. Tidak ada dua matahari dalam satu langit. Prabu Airla...