Langsung ke konten utama

Memeluk Risiko


Hidup siapa yang tak memiliki risiko? Kalau ada yang mengangkat tangan, saya pastikan itu bukan manusia.

Setiap saat, tiap orang selalu menghadapi risiko --apapun!. Tak ada satu orangpun yang tak memiliki masalah dalam hidupnya. Bahkan problem solver pun memiliki masalah --ya, mana mungkin ia dianggap problem solver jika tanpa problem?.

Masalah tiap orang berbeda, risiko yang dihadapi masing-masing beragam, dan itu wajar, sunnatullah.

Kasarnya, sejak kita lahir dan menengok dunia pertama kali dari jendela rahim bunda, kita telah mengucapkan ahlan wa sahlan kepada problem-problem yang juga dilahirkan sepaket dalam takdir yang membungkus kehidupan kita. Orang-orang bersorak menyambut kelahiran kita. Kita menangis oek oek, seolah menyadari bahwa kita akan hidup dengan masalah. 

Menjalani kehidupan sendiri sudah dapat dianggap perjalanan menjumpai dan menekuni berbagai permasalahan. Lebih-lebih sebagai manusia, kita akan hidup dan berinteraksi dengan manusia.

You must know, berurusan dengan manusia berarti juga siap berurusan dengan masalah. Tak heran banyak yang bilang lebih enak ngurusin kambing ketimbang manusia. Ngurus kambing tinggal dikasih rumput, minum, kandang bersihin, beres. Bisa dijual pula. Kalau ngurusin manusia? Beeeh, ribet bukan main. Dijual? Masuk penjara lah kita. Haha.

Lalu seperti apa?

Ya biasa saja. Hidup wajar dan jadilah manusia. Menyadari bahwa di sekeliling kita adalah lingkaran problematis merupakan keharusan, tapi ingat, jangan sampai tenggelam dalam lautan masalah. Dan jangan terlalu takut.

Takut dengan masalah berarti pula takut menjalani kehidupan, takut menghadapi risiko.

Semakin kita besar dan dewasa, semakin kompleks persoalan yang bakal kita hadapi. Dulu, jika kalian masih ingat, coba deh ingat ingat lagi, pas umur 6 tahun, apa problem terbesar hidup kalian? Yap, mungkin hanya berebut permen dengan kawan sepermainan, menangis karena layang-layang kita putus akibat tersambit layang-layang kawan (sekaligus lawan) kita, dan hal-hal sederhana.

Bagaimana dengan hari ini. Apa problem Anda? Asmara, keuangan, pekerjaan? Oh, holy sh*t. Percayalah, ramalan zodiak di koran akhir pekan tak akan membuatmu keluar dari persoalan itu. Mereka (peramal zodiak) hanya meninabokkan diri kita melalui ramalannya. Sebab sesungguhnya mereka tak benar-benar membantu permasalahan kita. Kenapa? Lha gimana mau membantu, wong mereka sendiri juga punya masalah dalam hidupnya? Wkwkw.

Thats right. Masalah kita adalah tanggung jawab dan urusan kita sendiri. Bukan orang lain.

Setiap orang, dengan berbagai macam keunikannya, memiliki cara masing-masing untuk mengakali masalahnya. Mengakali? Ya, sebab sadar tidak sadar, kadang kita hanya mengakali permasalahan kita, alias tidak pernah benar-benar menyelesaikannya. Jujur deh.

Sekarang bagaimana? Masih galau? Mau hidup tanpa masalah? Mau resign dari kehidupan karena beban hidup terlalu berat? Atau mau pensiun dini?

Suka tidak suka, sadar tak sadar, kita berada dalam kubangan permasalahan dengan arus yang berusaha menenggelamkan kita. Menjadi pilihan kita, untuk hanyut dan tenggelam, atau berenang melawan arus dan menciptakan sampan, atau membangun yatch di atas arus 'laut' persoalan kita sambil minum kopi ngobrol dengan senja sembari menertawakan permasalahan di bawah kita yang sama sekali tak mampu mengusik kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Rindu

            Tanpa bermaksud mengerdilkan kekuatan super Dilan dalam menanggung beban berat sebuah rindu, sebagai mantan fisikawan abal-abal, saya akan mencoba merumuskan rindu dalam angka-angka untuk mengetahui seberapa berat sebuah rindu yang sedang kita pikul.             Seandainya rindu dapat diilmiah dan diejawantahkan dalam hitung-hitungan bilangan, saya akan katakan bahwa rumus dari rindu adalah jarak dikalikan waktu. Sebab rindu berbanding lurus dengan besaran rentang jarak dan waktu. Semakin jauh jarak seseorang dengan sosok yang dirindukan, semakin besar pula badai rindu yang melandanya. Dan semakin lama waktu terakhir kali berjumpa di antara keduanya, semakin berat pula rindu yang ditanggungnya. R = J x W . R adalah beban rindu yang ditanggung. Mengingat rindu dikaitkan dengan berat (begitu kata Dilan Sang Pakar Rindu), maka dapat dipastikan bahwa satuan ri...

Belajar Tahu Diri dari Gus Miek

"Yang penting kita harus tahu diri. Yaitu menanamkan robbana dholamna anfusana di dalam hati kita masing-masing." Gus Miek. Siapa yang tidak kenal Gus Miek? Mulai dari bromocorah, perempuan penjaja birahi, lady disco, pemabuk, pencuri, maling kelas teri, bandit kelas kakap, tukang becak, pejabat, santri hingga kiai hampir tahu dan mengenal Gus Miek. Gelar yang mereka sematkan kepada Gus Miek juga beragam. Waliyullah, kyai, gus, orang antik dan lain-lain. Gus Miek memang dikaruniai beberapa kelebihan oleh Tuhan. Bahkan ada yang percaya, begitu lahir dunia, Gus Miek sudah diangkat menjadi waliyullah. KekasihNya. Maka tanyakanlah pada setiap sarkub alias sarjana kuburan tentang cerita-cerita Gus Miek. Mereka akan bergairah bercerita beragam kisah seputar keistimewaan Gus Miek yang tidak habis dikisahkan semalam suntuk meski ditemani kepul kopi hitam panas dan gorengan hangat sepiring. Orang terlanjur melihat Gus Miek sebagai individu yang memiliki linuwih. Gus Miek adalah su...

Yai Din Ploso: Kyai Penggiat Jamaah

    Syahdan, dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Airlangga. Kerajaan itu bernama Kahuripan. Prabu Airlangga yang sudah memasuki usia senja berkeinginan untuk menjadi pertapa. Ia berniat meninggalkan kerajaan Kahuripan yang sudah dipimpinnya selama bertahun-tahun. Sebelum benar-benar menjadi pertapa, ia berkeinginan mewariskan tahta kerajaan Kahuripan kepada penerusnya. Sayang, dari permaisurinya, ia hanya dikaruniai seorang putri bernama Sanggramawijaya -sebelum mengganti nama dan lebih dikenal sebagai Dewi Kilisuci. Sanggramawijaya tidak berkeinginan memimpin kerajaan Kahuripan. Ia juga memilih menjadi pertapa dan menolak untuk meneruskan tonggak estafet kepemimpinan yang ditawarkan ayahandanya. Akhirnya Prabu Airlangga memberikan tahtanya kepada dua orang putra dari selirnya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Namun tidak mungkin jika kerajaan ini dipimpin oleh dua raja. Tidak ada dua matahari dalam satu langit. Prabu Airla...