Syahdan, suatu ketika Imam Ghazali dimintai nasihat oleh salah seorang koleganya. Beliau, yang meski sudah bergelar Hujjatul Islam alias Argumentator Islam dan secara keilmuan sangat kompeten dalam urusan memberi nasihat, tidak serta merta langsung mengiyakan permintaan si kolega. Dengan rendah hati, sang Imam bertutur bahwa beliau masih belum pantas, belum sampai pada level seorang penasihat. Penggalan kisah di atas termuat dalam mukaddimah kitab Bidayah al Hidayah karangan Imam Ghazali. Konon, latar belakang riwayat penulisan kitab tersebut berawal dari permintaan nasihat kolega sang Imam. Ulama salaf (tanpa-i) tempoe doeloe memiliki sebuah tradisi agung nan indah: saling meminta nasihat satu sama lain. Ketika seorang alim di daerah A mendengar bahwa ada seorang alim yang keilmuannya tersohor di daerah B, maka ia akan segera meminta nasihat kepadanya, begitu pula sebaliknya. Saling meminta nasihat, bukan saling mengajukan diri memberi nasihat. Tradisi ini menunjukkan betapa mereka,...
Coretan ala kadarnya dari penulis biasa saja.