Langsung ke konten utama

Susahnya Istiqamah

Sepanjang bulan Rabiul Awwal tahun ini, kalau saya tidak keliru menghitung, mulai dari tanggal 07 Nopember - 5 Desember 2018, saya memposting di fesbuk berbagai hal yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.

Postingan-postingan itu bersumber dari berbagai latar belakang. Ada yang terjemahan dari kata-kata pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang berbahasa Arab, ada pemahaman saya terhadap quotes tentang beliau, hingga pendapat dan perasaan saya pribadi terhadap Baginda Nabi.

Alasan saya menerbitkan postingan tersebut ada dua secara garis besar. Pertama sebagai luapan kebahagiaan dan 'kado' ulang tahun saya kepada Nabi Muhammad SAW di bulan kelahirannya. Kedua adalah melatih keistiqamahan saya menulis, meski hanya beberapa kata--dan di platform media sosial.

Alhamdulillah saya bisa menunaikannya. Targetnya: one day one status perihal Nabi Muhammad SAW. Saya berhasil membuat postingan tentang beliau paling tidak sebanyak jumlah hari di bulan Rabiul Awwal.

Meski begitu, pencapaian ini tidak semulus yang dibayangkan. Beberapa kali saya sempat berhutang postingan dan menqodlo' di hari esoknya lantaran lalai dan alpa di hari sebelumnya. Tentu saja itu terjadi karena keterbatasan saya pribadi. Sebab, tulisan dan pujian mengenai Rasulullah amat sangat banyak. Buku-buku dan pena tak pernah mampu menjangkaunya.

Pelajaran yang saya petik dari 'riyadloh' memposting di fesbuk sebulan ini adalah susahnya istiqamah.

Istiqamah berarti konsisten dan komitmen. Istiqamah lebih dari sekedar kontinuitas, namun juga menuntut sebuah totalitas. Dalam hal kecil dan sederhana sekalipun, istiqamah amat sulit. Silahkan saja Anda coba, misalnya dalam sebulan, tidur tepat pukul 9 malam. Atau sarapan tepat pukul 7 pagi. Atau apapun yang lain.

Jangan dulu mencoba--bukan berarti saya melarang--istiqamah yang seperti setiap hari tahajud dan sholat dluha, atau setiap jumat mengisi kotak amal di masjid, yang ringan-ringan dan mubah saja sukarnya luar biasa. Apalagi istiqamah di dalam hal kebaikan, pastilah lebih banyak 'gangguan' yang akan menghambat target kita. Itulah mengapa ada adagium, "Istiqamah lebih baik ketimbang seribu karomah".

Namun cobaan dan gangguan akan tetap selalu ada. Sebab setiap hal besar yang diupayakan selalu memberi konsekuen berupa rintangan yang tak kecil.

Contoh nyata istiqamah yang dapat saya jangkau dan ketahui adalah Mbah Djazuli Utsman, pendiri pondok pesantren AlFalah Ploso Kediri, tempat di mana saya nyantri. Beliau terkenal sangat istiqamah dalam banyak hal, terutama soal mengaji. Dikisahkan, beliau selalu menempuh jalan yang sama setiap harinya kalau hendak mengaji, tidak pernah melalui rute lain. Kalau beliau diundang walimah pernikahan dan jadwalnya bersamaan dengan jam beliau mengajar, maka beliau tidak akan menghadiri sebelum merampungkan ngajinya. Dan banyak lagi kisah-kisah keistiqamahan ayahanda Gus Miek ini.

Kata seorang guru, istiqamah mampu membentuk medan energi. Hal ini mudah saja dijelaskan secara rasional. Semisal kita mengistiqamahkan diri kita menulis selama satu jam saja setiap harinya, saya berani bertaruh, lima tahun kemudian kita akan menjadi penulis handal, atau minimal kemampuan kita dalam hal tulis menulis akan meningkat pesat. Istiqamah dalam hal lain juga akan menimbulkan energi sesuai dengan apa yang diistiqamahkan.

Bukankah setetes air yang tampak lembut dan tak berdaya mampu melobangi bebatuan cadas jika ia istiqamah?

Oleh sebab itulah saya menantang diri saya sendiri untuk menulis postingan-postingan itu di fesbuk dan sekali lagi saya dapat menyatakan bahwa istiqamah adalah sebuah hal yang tidak mudah! Ini adalah pernyataan empirik!

Meski begitu harus kita latih secara serius dan terus menerus. Kalau sudah mampu istiqamah, maka ketika suatu saat kita lalai menunaikannya, kita akan merasa seperti ada sesuatu yang 'hilang' dari kita. Contohnya saja ketika kita lupa mengerjakan sholat yang notabene setiap harinya kita tunaikan lima kali sepanjang hari. Pasti rasa itu akan ada. Rasa semacam kehilangan...

Saya semakin menyadari betapa susahnya istiqamah saat melihat tanggal postingan terakhir saya di blog dan mendapati kenyataan bahwa tulisan ini adalah tulisan pertama yang lahir di tahun 2019.

Well, semoga kita semua diberi kemampuan oleh-Nya untuk melakukan kebaikan dengan istiqamah; konsisten dan penuh komitmen.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Rindu

            Tanpa bermaksud mengerdilkan kekuatan super Dilan dalam menanggung beban berat sebuah rindu, sebagai mantan fisikawan abal-abal, saya akan mencoba merumuskan rindu dalam angka-angka untuk mengetahui seberapa berat sebuah rindu yang sedang kita pikul.             Seandainya rindu dapat diilmiah dan diejawantahkan dalam hitung-hitungan bilangan, saya akan katakan bahwa rumus dari rindu adalah jarak dikalikan waktu. Sebab rindu berbanding lurus dengan besaran rentang jarak dan waktu. Semakin jauh jarak seseorang dengan sosok yang dirindukan, semakin besar pula badai rindu yang melandanya. Dan semakin lama waktu terakhir kali berjumpa di antara keduanya, semakin berat pula rindu yang ditanggungnya. R = J x W . R adalah beban rindu yang ditanggung. Mengingat rindu dikaitkan dengan berat (begitu kata Dilan Sang Pakar Rindu), maka dapat dipastikan bahwa satuan ri...

Belajar Tahu Diri dari Gus Miek

"Yang penting kita harus tahu diri. Yaitu menanamkan robbana dholamna anfusana di dalam hati kita masing-masing." Gus Miek. Siapa yang tidak kenal Gus Miek? Mulai dari bromocorah, perempuan penjaja birahi, lady disco, pemabuk, pencuri, maling kelas teri, bandit kelas kakap, tukang becak, pejabat, santri hingga kiai hampir tahu dan mengenal Gus Miek. Gelar yang mereka sematkan kepada Gus Miek juga beragam. Waliyullah, kyai, gus, orang antik dan lain-lain. Gus Miek memang dikaruniai beberapa kelebihan oleh Tuhan. Bahkan ada yang percaya, begitu lahir dunia, Gus Miek sudah diangkat menjadi waliyullah. KekasihNya. Maka tanyakanlah pada setiap sarkub alias sarjana kuburan tentang cerita-cerita Gus Miek. Mereka akan bergairah bercerita beragam kisah seputar keistimewaan Gus Miek yang tidak habis dikisahkan semalam suntuk meski ditemani kepul kopi hitam panas dan gorengan hangat sepiring. Orang terlanjur melihat Gus Miek sebagai individu yang memiliki linuwih. Gus Miek adalah su...

Yai Din Ploso: Kyai Penggiat Jamaah

    Syahdan, dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Airlangga. Kerajaan itu bernama Kahuripan. Prabu Airlangga yang sudah memasuki usia senja berkeinginan untuk menjadi pertapa. Ia berniat meninggalkan kerajaan Kahuripan yang sudah dipimpinnya selama bertahun-tahun. Sebelum benar-benar menjadi pertapa, ia berkeinginan mewariskan tahta kerajaan Kahuripan kepada penerusnya. Sayang, dari permaisurinya, ia hanya dikaruniai seorang putri bernama Sanggramawijaya -sebelum mengganti nama dan lebih dikenal sebagai Dewi Kilisuci. Sanggramawijaya tidak berkeinginan memimpin kerajaan Kahuripan. Ia juga memilih menjadi pertapa dan menolak untuk meneruskan tonggak estafet kepemimpinan yang ditawarkan ayahandanya. Akhirnya Prabu Airlangga memberikan tahtanya kepada dua orang putra dari selirnya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Namun tidak mungkin jika kerajaan ini dipimpin oleh dua raja. Tidak ada dua matahari dalam satu langit. Prabu Airla...