Malam-malam.
Gelap sekeliling tiada seorang. Mungkin ada di persimpangan jalan, satu dua orang begadang. Sedang di gang-gang, suasana sisakan lenggang, bagi sekawanan tikus yang berkejaran.
Malam-malam.
Di mana orang-orang? Tak tampak meski hanya bayang. Mungkin mereka saling tindih di atas ranjang, memproduksi orang-orang di masa datang.
Malam-malam.
Jangan keluyuran. Kalau lelaki akan dikira maling pengembat uang. Kalau wanita dikira jalang perebut suami orang.
Malam-malam.
Jika terang adalah keindahan, kenapa pula harus ada petang? O, mungkin agar mata tak payah menatap mentari seharian. O, mungkin ini semacam sift tugas dari Tuhan; malam milik rembulan, maka mentari tak boleh terang. O, mungkin ini altar pementasan bintang-bintang. O, mungkin ini panggung di mana suara merdu jangkrik benar-benar dapat dinikmati dan didengarkan. O, mungkin seperti yang tadi; ini waktunya naik ranjang!
Malam-malam.
Tuhan tak pernah tidur. Ia janjikan malam-malam, bagi tamu-tamuNya yang hendaki perjamuan. Pintu rumah-Nya terbuka lebar-lebar, masuklah dengan salam jika tak mau dianggap maling rumah Tuhan. Ah, bagaimana pula Tuhan bisa kemalingan? Maling hebat tapi brengsek macam apa yang mampu mencuri dari Tuhan?
Malam-malam.
Saatnya karam. Benamkan mukamu hingga tenggelam. Dalam sajadah panjang yang terajut dari benang-benang dosa yang kau pintal seharian.
Malam-malam.
Ceritakanlah soal kekasihmu yang tak kunjung pulang, atau seonggok tulang rusukmu yang tak lekas ditemukan dan justru hilang dicuri orang, atau mungkin kisah cintamu yang picisan. Adukanlah mengapa kantong bajumu tak pernah tebal dengan uang. Laporkanlah catatan panjang di daftar hutang-hutang, pinta agar Ia melunasinya sekalian. Keluhkanlah asap rokok nakal yang menggerogoti paru-parumu dengan kejam. Konsultasikanlah perihal nilai-nilai sekolahmu yang konsisten di angka enam. Kisahkanlah tentang orang-orang di negerimu yang tak bosan bertengkar, seperti enggan dilerai, sengaja membenci hidup dalam damai. Adukanlah! Langitkan! Tuhan takkan tertawakan.
Malam-malam.
Meski langit tampak muram, sejatinya ia waktu disebarkannya ilham, sebagaimana wahyu yang kerap datang menyingkap selimut para nabi malam-malam.
Malam-malam.
Irham! Irham!
Pintalah.
Salam! Salam!
Tangisilah.
Semoga setelah rembulan pulang di peraduan, kau dapati Tuhan membelaimu dengan penuh kasih sayang.
Jakarta, 2 Februari 2017.
Komentar
Posting Komentar