Pertanyaan ini entah harus ditujukan bagi siapa, saya sendiri juga tidak tahu. Tapi rasanya, memang saya sendirilah yang paling berhak memperoleh dan menjawab pertanyaan ini; Siapa saya?
Ini mungkin terdengar seperti pertanyaan konyol, meski tampak sedikit filosofis. Jawaban pertanyaan semacam ini kompleks dan paradoks sekaligus. Masing-masing dari kita mampu memberikan jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama ini. Tiap-tiap kita memiliki dimensi 'saya' yang berbeda-beda. Dan, seharusnya, diri kita sendirilah yang paling mengenal dimensi 'saya'-nya masing-masing. Meski begitu, saya berani bertaruh, ketika kita mendapati diri kita menanyakan pertanyaan semacam ini kepada diri sendiri, hampir setiap dari kita akan kesulitan atau paling tidak kebingungan untuk menjawabnya. Ya, mungkin ada satu dua orang yang mampu menjawab pertanyaan semacam ini. Tapi biarkan sekali lagi saya bertaruh, bahwa sekurang-kurangnya, orang tersebut akan menjumpai banyak keraguan dalam jawaban yang dilontarkannya sendiri.
Saya tidak sedang bertanya tentang penamaan. Nama saya Muhammad Imdad, dari Banyuwangi, lahir dari rahim seorang ibu yang satu kali dari senyumnya mampu melenyapkan duka segunung, tangis sesamudera dan luka sedalam jurang. Tumbuh dalam asuhan seorang ayah yang sikap diamnya mampu membuat saya tak kuasa untuk sekedar menatap wajahnya meski hanya sekilas, dan bla bla bla. Saya tidak bertanya soal nama dan informasi teknis macam itu. Pertanyaan semacam itu jawabannya sudah tertera dalam KTP, ijazah, kartu keluarga, SIM, dan lian-lain. Pertanyaan yang saya maksud di sini adalah tentang kedirian yang sejati, hakikat dan eksistensi diri dari sebuah kedirian yang kebetulan diberi tanda nama 'Muhammad Imdad' ini. Pertanyaan ini adalah tentang kedalaman, bukan permukaan. Ini pertanyaan kedirian yang esensial, bukan artifisial. Kalau begitu, siapa saya?
Pertanyaan ini nyatanya tetap tidak mudah dijawab. Jawabannya tidak sesederhana pertanyaannya yang terdiri dari dua kata saja. Bahkan jawaban dari pertanyaan ini seribu kali lebih susah ketimbang menjawab soal-soal UN atau UAS, apalagi yang multiple choice--sambil merem-pun bisa.
Saya tidak, atau yang lebih tepatnya belum mampu, untuk bisa menjawab pertanyaan semacam ini dengan tepat sempurna. Tapi saya tahu bahwa untuk menjawab pertanyaan ini, ada satu modal penting yang harus dimiliki oleh seseorang, yakni mengenal diri sendiri.
Kalau sudah seperti itu, pertanyaan ini akan mengakar dan berlanjut. Siapa saya? Apakah saya sudah mengenal diri saya sendiri?
Saya belum mampu menjawab kedua pertanyaan itu dengan baik. Namun sesungguhnya saat ini saya sedang berada dalam fase pencarian untuk menjawab pertanyaan itu. Ya, dunia dan segala hal yang ada dalam kehidupan ini sejatinya hanya sebuah proses pencarian untuk menjawab kedua pertanyaan yang mengerucut pada satu pertanyaan besar; Siapa saya?
Anda bisa menjawabnya?
Ini mungkin terdengar seperti pertanyaan konyol, meski tampak sedikit filosofis. Jawaban pertanyaan semacam ini kompleks dan paradoks sekaligus. Masing-masing dari kita mampu memberikan jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama ini. Tiap-tiap kita memiliki dimensi 'saya' yang berbeda-beda. Dan, seharusnya, diri kita sendirilah yang paling mengenal dimensi 'saya'-nya masing-masing. Meski begitu, saya berani bertaruh, ketika kita mendapati diri kita menanyakan pertanyaan semacam ini kepada diri sendiri, hampir setiap dari kita akan kesulitan atau paling tidak kebingungan untuk menjawabnya. Ya, mungkin ada satu dua orang yang mampu menjawab pertanyaan semacam ini. Tapi biarkan sekali lagi saya bertaruh, bahwa sekurang-kurangnya, orang tersebut akan menjumpai banyak keraguan dalam jawaban yang dilontarkannya sendiri.
Saya tidak sedang bertanya tentang penamaan. Nama saya Muhammad Imdad, dari Banyuwangi, lahir dari rahim seorang ibu yang satu kali dari senyumnya mampu melenyapkan duka segunung, tangis sesamudera dan luka sedalam jurang. Tumbuh dalam asuhan seorang ayah yang sikap diamnya mampu membuat saya tak kuasa untuk sekedar menatap wajahnya meski hanya sekilas, dan bla bla bla. Saya tidak bertanya soal nama dan informasi teknis macam itu. Pertanyaan semacam itu jawabannya sudah tertera dalam KTP, ijazah, kartu keluarga, SIM, dan lian-lain. Pertanyaan yang saya maksud di sini adalah tentang kedirian yang sejati, hakikat dan eksistensi diri dari sebuah kedirian yang kebetulan diberi tanda nama 'Muhammad Imdad' ini. Pertanyaan ini adalah tentang kedalaman, bukan permukaan. Ini pertanyaan kedirian yang esensial, bukan artifisial. Kalau begitu, siapa saya?
Pertanyaan ini nyatanya tetap tidak mudah dijawab. Jawabannya tidak sesederhana pertanyaannya yang terdiri dari dua kata saja. Bahkan jawaban dari pertanyaan ini seribu kali lebih susah ketimbang menjawab soal-soal UN atau UAS, apalagi yang multiple choice--sambil merem-pun bisa.
Saya tidak, atau yang lebih tepatnya belum mampu, untuk bisa menjawab pertanyaan semacam ini dengan tepat sempurna. Tapi saya tahu bahwa untuk menjawab pertanyaan ini, ada satu modal penting yang harus dimiliki oleh seseorang, yakni mengenal diri sendiri.
Kalau sudah seperti itu, pertanyaan ini akan mengakar dan berlanjut. Siapa saya? Apakah saya sudah mengenal diri saya sendiri?
Saya belum mampu menjawab kedua pertanyaan itu dengan baik. Namun sesungguhnya saat ini saya sedang berada dalam fase pencarian untuk menjawab pertanyaan itu. Ya, dunia dan segala hal yang ada dalam kehidupan ini sejatinya hanya sebuah proses pencarian untuk menjawab kedua pertanyaan yang mengerucut pada satu pertanyaan besar; Siapa saya?
Anda bisa menjawabnya?
Komentar
Posting Komentar