4 Juni kemarin, Real Madrid berhasil merengkuh gelar Liga Champions ke 12 sepanjang keikutsertaan mereka dalam kompetisi tim papan atas paling prestisius di Eropa tersebut. Hasil itu sekaligus memecahkan mitos kuat bahwa tidak pernah ada satupun tim yang sanggup back to back alias juara beruntun sejak turnamen itu berganti nama menjadi Liga Champions --sebelum tahun 1992, turnamen itu bernama Piala Champions.
Pujian mengalir deras kepada klub yang dipresideni Florentino Perez itu. Bahkan rival abadi mereka, FC Barcelona, melalui akun resmi twitternya mengucapkan selamat terhadap klub yang berpusat di Ibu Kota Spanyol tersebut.
Nama Zinedine Zidane dielu-elukan di mana-mana. Maklum, meski Zizou --panggilan akrab Zidane-- belum genap 2 tahun menukangi Real Madrid, namun prestasi yang diraihnya sudah sangat luar biasa. Apalagi jika menengok ke belakang saat pertama kali penunjukkannya, banyak fans Real Madrid yang skeptis terhadap kemampuan melatih entrenador asal Prancis yang juga mantan pemain Real Madrid era mega proyek Los Galacticos jilid satu yang dicanangkan Perez saat memasuki awal abad 21 itu. Mereka gamang Zidane bakal mampu meredam ego tinggi para pemain bintang yang bertaburan di klub kesayangannya. Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya Zidane mampu menjawab segala keraguan fans dengan berbagai gelar. Perpanjangan kontrak tentu menjadi ganjaran yang pantas baginya --selain kepastian bahwa namanya akan harum di benak Madridista.
Selain Zizou, nama yang paling pantas di sebut pahlawan dalam kehebatan Real Madrid dalam satu dekade terakhir ini tentu saja Cristiano Ronaldo. Semenjak diangkut dari Manchester United, mega bintang asal Portugal itu seperti tak pernah berhenti menampilkan aksi-aksi memukau di hadapan suporter Real Madrid. Ronaldo seolah-olah memang diciptakan untuk memecahkan rekor. Berbagai rekor, baik secara kolektif sebagai tim maupun secara individual berhasil dipecahkan atas namanya. Man of the match Liga Champions edisi final Cardiff 2017 itu juga menahbiskan diri sebagai top skor Liga Champions musim ini dengan gelontoran 12 gol. Unggul satu gol atas pesaing terberatnya, Lionel Messi yang dikandaskan oleh Juventus di perempat final. Tidak berhenti sampai disitu, musim ini Ronaldo juga mencatatkan namanya sebagai pesepakbola pertama yang mencetak total lebih dari 100 gol di kompetisi Eropa yang diikutinya. Usia yang menginjak 32 tahun bukan masalah baginya. "Bagi saya, umur hanyalah sekedar angka," papar mantan pacar super model Rusia, Irina Shayk itu.
Melihat sederet prestasi yang diukirnya sepanjang musim, tak heran jika banyak yang menjagokan CR7 untuk kembali meraih Ballon d'Or kelimanya musim ini. Jika skenario ini benar-benar terwujud, berarti ia akan menyamai prestasi kompatriotnya, Lionel Messi, sebagai pemegang gelar Ballon d'Or terbanyak sepanjang masa dengan 5 gelar.
Rivalitas antara Cristiano Ronaldo dengan Lionel Messi memang sangat sengit dan sepertinya belum ada tanda-tanda akan berakhir. Kedua pemain masih menjadi andalan utama dalam timnya. Para pakar sepakbola selalu dibuat bingung jika disuruh memilih mana diantara keduanya yang paling brilian di lapangan hijau --ini seperti perdebatan publik di Indonesia antara mana yang lebih merdu dan cantik, Raisa ataukah Isyana. Ronaldo adalah robot atau mesin pencetak gol. Sedangkan Messi kerap dipanggil alien karena daya magisnya saat mengocek bola. Maka tidak heran jika selama 9 tahun terakhir ini --dan kemungkinan besar menjadi 10 tahun-- peraih Ballon d'Or hanya dimonopoli oleh keduanya. Tiap kali mendekati pemilihan Ballon d'Or, nama keduanya pasti melaju sebagai yang terdepan. Ballon d'Or menjelma menjadi two horses race antara Ronaldo dan Messi. Pemain lain hanya bumbu pelengkap saja.
Bagi penikmat sepak bola yang kebetulan tidak mengidolakan keduanya, jangan pernah bosan dan jenuh jika pemain kalian, meski bermain gemilang di klubnya masing-masing tetapi masih tetap tidak akan pernah menggeser Ronaldo dan Messi dalam daftar peraih Ballon d'Or. Suka tidak suka, kalian harus mengakui bahwa keduanya adalah yang terbaik di kolong jagat sepak bola. Entah sampai kapan.
Rivalitas panas diantara Ronaldo dan Messi menimbulkan pengkotak-kotakan diantara fans keduanya. Masing-masing merasa bahwa idolanya-lah yang terbaik.
Meski begitu, persaingan diantara keduanya sudah selayaknya menjadi teladan bagi pemain-pemain muda lainnya. Ingat, diluaran sana amat banyak pemain hebat. Ada Ronaldinho, Kaka, Henry sampai era Eden Hazard, Alexis Sanchez, Gareth Bale dan lain-lain, namun CR7 dan Messi tetap lebih harum ketimbang semuanya. Faktor pembedanya adalah konsistensi. Musim silih berganti, pemain bintang berdatangan dan banyak klub jor-joran berbelanja pemain mahal, namun Ronaldo dan Messi tetap konsisten mempertahankan level permainan mereka di level yang sangat tinggi bahkan untouchable bagi pemain lain. Itu yang membuat mereka seperti punya grade tingkat dewa yang hanya diisi oleh mereka berdua saja.
Apa rahasianya? Menurut saya, rivalitas keduanyalah yang membuat mereka mampu tampil konsisten dan berada di puncak level tertinggi.
"Ronaldo membuat Messi semakin baik. Messi membuat Ronaldo semakin baik," kata Thierry Henry, legenda Arsenal, mengomentari rivalitas keduanya.
Ya. Rivalitas yang sehat --meski sengit-- diantara Robaldo dan Messi menciptakan iklim kompetitif diantara keduanya. Kedua pemain secara bergantian memecahkan berbagai rekor. Jika salah satu mencetak rekor, pesaingnya seolah terbakar api cemburu untuk memecahkan rekor yang lain. Kecemburuan itulah yang ditransformasikan menjadi kemampuan diatas rata-rata yang mereka suguhkan di atas lapangan hijau. Terbukti, cemburu mampu membangkitkan kekuatan yang maha dahsyat.
Saat Messi tampil menggila di El Classico dan mencetak gol ke 500-nya bersama Barcelona di Santiago Bernabeu yang notabene adalah markas Real Madrid, Henry memberi komentar, "Messi cemburu dengan rekor 100 gol Ronaldo di Eropa. Itulah mengapa ia bermain bagai kesetanan di laga kemarin (El Classico, red)."
Dan dengan sederet prestasi yang diukir CR7 musim ini, bukan tidak mungkin hal itu akan menstimulus kemampuan Messi musim depan untuk tampil lebih gila.
Rivalitas yang dibangun oleh keduanya tidak bisa dibandingkan dengan rivalitas antara Pele dengan Maradona. Sebab Pele dan Maradona tidak bermain dalam kurun waktu yang sama dan tidak terlibat persaingan langsung di lapangan hijau. Maka tidak heran jika setelah era Ronaldo dan Messi, kita mungkin tidak akan pernah disuguhi oleh rivalitas sengit serupa.
Terbukti rivalitas diantara mereka menjadi semacam simbiosis mutualisme. Bisa jadi kemunduran skill salah satu diantara mereka akan membuat skill pesaingnya ikut merosot pula. Sebab rivalitas mereka adalah faktor x yang membuat performa mereka terus stabil di lapangan.
Beruntunglah bagi penikmat sepak bola masa kini yang disuguhi permainan ciamik antara Ronaldo dan Messi dalam mengolah si kulit bundar. Para pundit sepak bola meyakini bahwa fenomena Ronaldo-Messi ini tidak bisa ditemukan secara instan dalam kurun waktu 10 sampai 50 tahun ke depan --kalau tidak boleh dikatakan tidak akan pernah ada lagi. Bagi para fans Ronaldo, kalian harus dengan lapang dada mengakui bahwa Messi adalah pemain hebat. Sebaliknya, fans Messi juga harus mengakui bahwa Ronaldo adalah pemain hebat pula. Jujur saja lah.
Ciutan salah satu akun twitter sepak bola dibawah ini layak menjadi penutup sekaligus trigger agar kita mensyukuri rivalitas sengit diantara Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang selama ini telah memanjakan mata penikmat bola di seluruh dunia atas pertunjukan yang mereka mainkan di atas lapangan.
"Kakekku bercerita kepada ayahku tentang kehebatan Pele. Ayahku bercerita kepadaku tentang kehebatan Diego Maradona. Dan kelak, aku akan bercerita kepada anakku tentang kehebatan Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi."
Komentar
Posting Komentar