Ketika DC Extended Universe (DCEU) akan merilis film Wonder Woman, antusias publik biasa saja, tidak heboh. Menurunnya animo itu sebenarnya dapat dimaklumi. Sebab dua film garapan DCEU sebelumnya yang digadang-gadang akan meraup sukses besar, Batman v Superman dan Suicide Squad gagal menjawab ekspektasi besar dari pecinta film. Ini menjadi sebuah keuntungan tersendiri. Wonder Woman seolah muncul tanpa beban, nothing to lose.
Meski saya tergolong assabiqunal awwalun alias orang-orang yang termasuk dalam golongan awal menonton Gal Gadot (maksud saya Wonder Woman), saya baru sempat menuliskan reviewnya hari ini (kalau tulisan ini layak disebut sebagai ulasan film tersebut, sih). Dan ini akan menjadi tulisan kedua di blog ini yang berkonten ulasan film setelah sebelumnya saya sempat menulis review film Kung Fu Panda 3.
Yang paling penting untuk diperhatikan dan diketahui, review ala saya mungkin sangat berbeda dengan tulisan-tulisan lain yang mereview sebuah film diluaran sana. Tulisan saya selalu bergaya -meminjam istilah Net Soccer- suka suka. Maksudnya sesuka saya. Selain karena saya kurang mengerti istilah-istilah dalam dunia perfilman, juga karena saya, dalam mereview sebuah film, lebih gemar menyoroti ibroh atau the moral of story alias pelajaran yang dapat kita petik dari kisah yang disuguhkan dalam film tersebut.
Baiklah, segera kita ulas isi daleman si Gal Gadot (maksudnya isi film Wonder Woman).
Diana Prince (Gal Gadot) adalah seorang putri Themyscira, sebuah pulau indah yang dihuni oleh suku Amazon yang seluruh penduduknya adalah seorang wanita. Diana tumbuh besar dengan kisah-kisah mitologi Yunani. Ibunya, Hippolyta, Sang Ratu Themyscira selalu meninabobokkan Diana dengan dongeng saat mengantarkannya tidur. Dari dongeng itu pula, Diana percaya bahwa Ares -keturunan Zeus- adalah dewa perang yang menyebabkan pertikaian di seluruh dunia. Setiap ada perang, pasti didalangi oleh Ares. Diana lalu menyimpan hasrat besar bahwa kelak ia akan tumbuh kuat dan berhasil mengalahkan Ares agar perdamaian di atas dunia dapat terwujud (plus: perjajahan di atas dunia harus dihapuskan, UUD 45).
Hippolyta sebetulnya melarang Diana kecil untuk berlatih perang. Namun diam-diam, Diana meminta saudara ibunya, Antiope, salah seorang ksatria terhebat dari suku Amazon untuk melatihnya. Meski saat pertama kali ibunya memergoki ia berlatih perang sempat melarang, namun lambat laun, akhirnya si ibu merelakan putri cantiknya untuk berlatih bersama Antiope. Dan benar saja, Diana tumbuh sebagai gadis yang sangat tangguh, bahkan paling tangguh di seantero Themyscira --dan juga paling seksi tentunya.
Suatu hari, Diana melihat sebuah pesawat yang jatuh di laut Themyscira. Ia segera menghampiri dan menolong seorang pilot yang menerbangkannya. Steve Trevor, pilot yang sedang memata-matai Jerman itu tiba-tiba masuk di daerah Themyscira saat ia dikejar-kejar oleh pasukan Jerman. Suku Amazon awalnya menahan Trevor. Namun setelah ia dianggap bersih dan tidak berbahaya, mereka membebaskannya. Trevor bercerita kepada Diana bahwa di dunianya (dunia kita, manusia biasa) sedang terjadi perang besar-besaran. 25 juta orang tak bersalah mati sia-sia. Diana yang mendengar itu segera menyimpulkan bahwa pastilah Ares penyebab itu semua. Karena ia merasa sudah siap dan mampu, plus kesempatan untuk berduel melawan Ares sudah di depan mata, ia memutuskan untuk ikut bersama Trevor ke dunia manusia biasa.
Latar belakang Perang Dunia Pertama yang dikombinasikan dengan ke-pahlawansuper-an Wonder Women menjadi pemandangan menarik bagi saya. Selain karena mampu mengantarkan kita untuk melihat simulasi sejarah Perang Dunia I, komposisi antara Diana yang notabene berasal dari dunia yang berbeda (dunia yang dipenuhi mitos dewa-dewa) dan dunia manusia nyata tampak manis dan apik.
Hal-hal kecil yang membumbui film ini semakin menambah sedap cita rasa penikmatnya. Proses adaptasi budaya Diana saat memasuki dunia nyata, bagaimana ia 'memantaskan diri' dengan dunia baru saat memilih busana yang akan dikenakan dan humor-humor kecil yang kerap terselip dalam percakapan Diana dan Trevor (seperti saat Diana mempertanyakan kenapa ia tidak boleh tidur bersama Trevor) menjadikan film ini tak melulu berisi baku hantam-perang yang tegang.
Belum lagi romantisme diam-diam antara Trevor dan Diana...
Peperangan yang terjadi di dunia nyata pada akhirnya memberi pelajaran kepada Diana (dan juga kita sebagai penonton) bahwasanya kerusakan yang ada di dunia, perpecahan dan peperangan sebenarnya karena ulah manusia sendiri. Manusia memiliki ambisi-ambisi gila yang mampu membuat mereka gelap mata hingga mereka tidak perlu merasa berdosa meski harus membunuh sesamanya. Namun hal paling penting adalah kenyataan bahwa manusia tidak sama seluruhnya. Tidak setiap manusia adalah jahat. Tidak setiap manusia menginginkan perang dan pertumpahan darah. Masih banyak manusia yang hidup dan memelihara cinta dalam hatinya. Banyak manusia yang rela mengorbankan harta benda, bahkan nyawa demi kehidupan esok yang damai nan sejahtera --seperti Trevor yang merelakan nyawanya agar senjata gas yang dibawanya tidak memporakporandakan manusia lainnya dan menambah jumlah korban yang berguguran.
Film ini juga memberi pesan bahwa cinta adalah kekuatan maha dahsyat yang tidak bisa dikalahkan oleh apapun. Diana mampu mengeksploitasi kemampuan terbaiknya saat ia menyaksikan pengorbanan Trevor, laki-laki yang dicintainya. Dengan kekuatan cinta (ini Wonder Woman, bukan Sailormoon) pula, Diana mampu menghabisi Ares.
Menurut saya, Gal Gadot cukup sukses memerankan sosok Wonder Woman dengan baik. Dalam adegan peperangan, ia tampak begitu tangguh. Sebaliknya, saat tiba scene dimana ia menyaksikan korban berguguran, dengan sangat baik ia menampilkan mimik muka empati emosional yang menyentuh. Yang belum jatuh cinta dengan Gal Gadot, pasti akan segera jatuh cinta begitu melihat film ini. Bagi yang sudah jatuh cinta, maka ia akan semakin terperosok dalam cintanya.
Ya, suka tidak suka, Gal Gadot adalah daya tarik utama dalam film ini. Selain cantik dan seksi (pastinya), Gal Gadot yang bibirnya tampak selalu basah itu mampu menyuguhkan sekaligus memilah akting dengan baik. Entah saat menjadi manusia super, maupun ketika tampil sebagai wanita 'biasa' seperti manusia lainnya.
And the last, rupanya gelar pahlawan sebenarnya dalam film ini layak disematkan kepada mbok Patty Jenkins yang dengan sukses mampu membuktikan diri menjadi sutradara yang baik serta menyelamatkan muka DCEU dari cemoohan para penikmat film. Rotten Tomattoes, sebuah situs pengulas film terkenal bahkan memberi skor 92 untuk Gal Gadot (maksudnya film Wonder Woman).
Recommended.
Komentar
Posting Komentar