Di negeriku,
Batu dan mutiara tak ada beda.
Baik dan buruk sama saja.
Kualitas tak berharga.
Yang dijunjung tinggi hanyalah citra.
Di negeriku,
Integritas digadaikan.
Moralitas ditiadakan.
Seksualitas dijual-belikan.
Di negeriku,
Orang-orang tidak berani meminum kopi.
Khawatir ada bom nyasar.
Takut ada racun di sekitar.
Di negeriku,
Pemerintahnya uang.
Kabinetnya memberhalakan uang.
Rakyatnya tidak punya uang.
Di negeriku,
Wakil rakyat enggan mewakili penderitaan rakyat.
Wakil rakyat hanya suka mewakili kekayaan yang seharusnya milik rakyat.
Di negeriku,
Orang-orang bercita-cita menjadi artis.
Tanpa merasa perlu menghargai nilai-nilai patriotis.
Di negeriku,
Agama dijual-belikan di atas mimbar.
Label kafir sangat mudah diumbar sesumbar.
Di negeriku,
Guru dipenjarakan.
Hanya karena cubitan kecil yang didaratkan.
Di negeriku,
Orang miskin tidak boleh pintar.
Orang miskin tidak bisa sembuh segar.
Di negeriku,
Hukum adalah komoditas dagang.
Harganya naik-turun tergantung uang.
Di negeriku,
Kemerdekaan hanya satu tahun sekali.
Itu-pun hanya ditandai dengan kibar bendera di sana-sini.
Lain itu, mereka dijajah diri sendiri.
Di negeriku,
Kyai dipertontonkan.
Ustadz diaudisikan.
Pelawak dijadikan teladan.
Di negeriku,
Hukum negara dikebiri.
Keadilan dicaci-maki.
Palu hakim tak pernah diketuk sesuai porsi.
Di negeriku,
Media adalah dewa.
Dunia nyata tempat indekos sementara.
Waktu kita lebih banyak dihabiskan di dunia maya.
Di negeriku,
Hujan diturunkan oleh burung besi yang menebar garam di awan-awan.
Rezeki digantungkan di kursi-kursi yang ramai diperebutkan.
Penyakit disebabkan oleh tembakau yang kita tanam sendiri.
Kesembuhan hanya bisa didapat dengan uang yang kita beri.
Negeriku lucu sekali.
Semuanya ada tak perlu dicari.
Segalanya sudah diurus birokrasi.
Tuhan-pun menjadi pengangguran disini.
Komentar
Posting Komentar