Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2016

Puisi Awal Tahun

Kekasih, saat kulihat sebuah cincin cantik melingkari jemarimu yang lentik, aku sadar bahwa hatimu telah terbeli. Cincin itu segel. Lalu kulihat kemasan plastik yang membungkusnya. Di situ tertera angka-angka: Exp 2016. Aku menutup mata. 'Ku tahu hatimu sudah kadaluarsa. Depok, 1 Januari 2017.

Refleksi 2016

Sejak tulisan ini ditulis, umur tahun 2016 menyisakan beberapa menit saja. Tanpa terasa, kita sudah menghabiskan 366 hari, melalui 8.784 jam, melewati 527.040 menit dan menyudahi 31.622.400 detik. Pertanyaan yang patut dipertanyakan sederhana saja, sepanjang tahun 2016, apa yang sudah kita perbuat? Kalian mungkin beranggapan buat apa saya susah-susah menghitung jumlah jam, menit dan bahkan detik dalam setahun ini. Tapi tunggu, saya akan menjawabnya dengan singkat. Pertama, dalam menghitungnya, saya tidak mengalami kesusahan, sebab saya menggunakan jasa kalkulator yang tersedia di handphone untuk menghitungnya. Kedua, hitungan-hitungan itu akan membantu kalian, pembaca yang baik hati, untuk meraba tulisan ini. Terutama dalam paragraf-paragraf setelah paragraf ini. Selamat tinggal 2016. Apa yang sudah kita lakukan selama setahun ini? Berapa kebaikan yang sudah kita tabung sepanjang tahun? Berapa keburukan yang sudah kita timbun mulai awal tahun? Lebih banyak mana yang kita raih, pahala...

Soal Mantan

Mantan, tidak dengan pelafalan lughot Madura, bisa diartikan sebagai orang atau apapun yang sudah berlalu. Adapun fakta bahwa belakangan ini pengertian mantan lebih mengarah ke arti kekasih (kebanyakan yang dimaksud adalah kekasih non halal alias pacar) yang sudah ditinggalkan atau meninggalkan, itu hanyalah akibat dari kebiasaan kawula muda kita yang masih terkungkung faham labilisme dengan propaganda alayisasinya. Sejarah, kenangan, waktu-waktu yang telah lalu, dan hari kemarin adalah mantan. Ia dan segala peristiwa yang menghiasinya adalah mantan. Begitu pula orang-orang yang telah melalui masanya, juga disebut mantan. Maka lazim kita temui istilah Mantan Presiden, Mantan Bupati, Mantan Menteri dan Mantan apapun setelah sosok yang berkepentingan tidak lagi menyandang gelar tersebut. Maka, setiap mantan pasti meninggalkan kenangan. Entah itu kenangan baik ataupun buruk. Kenangan itu juga yang melatarbelakangi sikap seseorang terhadap mantannya (sekali lagi, bukan melulu tentang man...

Igauan Malam: Berhenti Bersabar

Sabar ada batasnya, kata sebuah suara. Maka selama batas itu tidak kausentuh, tentu kesabaranku tetap utuh. Namun jika 'kau mulai berani mengutak-atik, aku-pun tak segan untuk menghardik. Aku bukan Nabi, yang setiap tertimpa persoalan langsung mengadu dan mendapat solusi dari ilahi. Aku juga bukan Malaikat, yang tidak akan ketiban susah, sebab ia tak memiliki nafsu dan gairah. Kalau aku memilih menjadi karang yang diam bertahan tanpa pernah sekalipun memberi perlawanan, aku akan habis terkikis oleh hantaman ombak yang memberangus tanpa lelah setiap saat. Lalu aku terkulai melayu. Setidaknya, aku harus mengadopsi semangat juang laron; hewan kecil yang merindukan cahaya. Meski resiko kematian menghadangnya setiap waktu, laron-laron itu seperti tak mengindahkan bahaya-bahaya. Dengan energi tak seberapa, ia nekat menerobos sekat-sekat yang menghalangi langkahnya untuk menjamah cahaya. Bukankah hidup ini tentang mencari arti? Peterpan jauh-jauh hari sudah melagukannya. Sekali berart...

Orang-orang Mati

Orang-orang yang tidak memahami kematian, tidak akan pernah mengerti hakikat kehidupan. Orang-orang yang tidak mengerti hakikat kehidupan, tidak pernah menyadari keberadaan. Orang-orang yang tidak menyadari keberadaan, tidak pernah mengenal dirinya sendiri. Orang-orang yang tidak mengenal dirinya sendiri, tidak pernah menemukan sejati. Orang-orang yang tidak menemukan sejati, tidak pernah berani menjemput mati. Bekasi, 28 Desember 2016.

Hari Ibu

Aku mulai menulis coretan ini tepat pukul 23.18, 22 Desember 2016. Aku rasa, jam segini, selarut ini, ibuku sudah terlelap cantik dengan paras teduh seperti biasa di tempat tidurnya. Aku hanya mampu merasakan, tidak memastikan. Sebab aku sedang terlibat LDR dengan wanita yang mengandungku. Aku di Ibu kota. Sedang ibuku nun jauh di sana. Ibuku tidak mengerti teknologi. Ia tidak memiliki akun facebook, instagram atau bahkan twitter -apalagi blog. Jangankan itu semua, handphone saja ia tidak punya -sekaligus tidak mampu mengoperasikannya. Bahasa kasarnya, ibuku kolot alias ketinggalan jaman. Tapi ibuku tahu persis bagaimana menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Dan itu aku rasa jauh lebih penting daripada sekedar melek teknologi. Tentu saja ibuku tidak tahu menahu soal 'Om telolet om' yang mendunia. Bahkan, bisa jadi, ibuku tidak pernah tahu jika hari ini adalah hari ibu. Maka, kalaupun tulisanku ini kupersembahkan sebagai kado untuknya, aku tidak akan kecewa meski ia tidak ...

Profesi Paling Hebat

Kalau kalian ditanya tentang cita-cita, jawabannya selalu luar biasa. Presiden, mentri, komisaris perusahaan, pebisnis, konglomerat dan sebagainya. Profesi yang dicita-citakan selalu tampak wah. Bintang lima, atau kalau meminjam istilah komentator bola, emas bertahtakan permata. Sebab mindset sukses dalam benak kita terlanjur -hampir bisa dipastikan- identik dengan materi, khususnya uang. Tidak bisa dipungkiri. Sayapun tidak akan mengelak dan menolak jika di zaman sekarang, uang adalah kekuatan penting. Money power adalah faktor penting penunjang kesuksesan seseorang dalam hal apapun. Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang. Namun bicara soal profesi, saya selalu salut -dan terharu- tiap kali menyaksikan orang-orang yang berprofesi anti mainstream (baca: profesi yang dianggap rendah) semacam pengemis, pengamen jalanan dan pemulung sampah. Terharu karena saya menyadari bahwa mereka, pada hakikatnya, tidak ada satupun yang bercita-cita menjadi seperti profesinya saat ini. Man...

Rumbai Kelana

Jangan tanyakan aku menuju kemana, saat kakiku bebas berkelana. Biarkan saja ia melangkah bebas sesukanya. Lalu pada langkah-langkah berat yang tersisa, ia akan menemui lelah di ujung senja. Berlutut menumpahkan air mata pada cakrawala. Lepaslah, lepas! Jangan pernah menoleh kepada cibiran di belakang. Lebih baik terus melaju kencang. Kalau takut kulitmu menghitam, jangan sekali-kali berkawan mentari. Kalau takut pada gelap, jangan sekali-kali berhasrat cumbui rembulan. Setiap gerak ada akibat. Tapi terus bergerak tanpa terlalu takut terhadap akibat adalah keberanian yang hakikat yang mengundang ribu-ribu berkat. Kelana ini tak selamanya. Pada masanya, ia akan lenyap dengan sendirinya. Pilihlah! Biarkan ia hanya menjadi sebatas cerita, atau mewarnainya dengan penuh makna. Pelana kelanamu sepenuhnya kau kuasa. Bekasi, 15 Desember 2016.

Kopi dan Sari Roti

Syahdan, kelak di fase kehidupan selanjutnya (Afterlife), setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban terhadap segala perbuatan yang pernah dilakukan di dunia. Mulai dari yang sepele hingga yang prinsipil. Istimewanya, saat hari penghakiman kelak, mulut kita dikunci. Cecar pertanyaan yang diajukan dan dimintakan pertanggungjawaban akan dijawab oleh tangan, kepala, hingga kaki. Maka di hari itu, tak akan sempat ada pemutarbalikan fakta, tak ada kesempatan memanipulasi kenyataan. Segala yang terurai adalah kejujuran yang sejujur-jujurnya. Di hari itu, Tuhan menunjukkan betapa Dia adalah Raja dari segala raja, Penguasa dari segala kuasa. Tiada yang mampu berkelit dan menyembunyikan sesuatu dari Sang Hakim yang Maha Adil lagi Maha Mengetahui. Tidak ada, meski hanya secuil debu. Lantas berjuta-juta pertanyaan bertubi-tubi dimintakan pertanggungjawaban. "Wahai Kaki, apakah tuanmu ini adalah orang yang tidak gemar bersilaturrahmi terhadap sesamanya?," tanya Sang Hakim. Kaki-pu...

Kaleidoskop 2016

Baru-baru ini, dan seingat saya, juga di tahun-tahun sebelumnya, Facebook menerbitkan video kaleidoskop yang berisi tentang foto-foto kenangan, jumlah like atau komen sepanjang tahun dari pemilik akun. Sejatinya kaleidoskop merupakan sebuah nama dari alat optik, namun kerap kali diartikan sebagai rentetan peristiwa yang disajikan secara singkat. Karena sifatnya seperti rangkuman, kaleidoskop sering kali terbit di penghujung masa. Tentu kalau batasannya tahun, maka bulan Desember adalah waktu yang tepat untuk menerbitkan kaleidoskop. Nah, sebagaimana yang facebook lakukan, saya juga akan mencoba throwback ke peristiwa-peristiwa penting nan viral yang sempat menghiasi tahun 2016. Saya bukan orang yang memiliki ingatan baik. Tipe saya lebih ke lupa-lupa ingat. Tapi tidak masalah. Saya tetap mensyukurinya. Sebab, selain pemberian Tuhan, lupa-lupa ingat tentu akan lebih mempercepat move on seseorang saat ditinggal mantan. Nah loh. Ok. Tinggalkan soal mantan, kita akan melihat kilas bali...

Serambi Mekkah

Serambi Mekkah jangan melemah. Serambi Mekkah janganlah resah. Serambi Mekkah jangan menyerah. Tuhan mencintaimu, sebab itu. Tuhan mengasihimu, karena itu. Beton-beton boleh luruh. Semangat tak boleh rapuh. Tubuh-tubuh mengucur darah. Doa-doa terpanjat-rekah. Kalian tidak salah. Ini adalah anugerah yang merupa musibah. Serambi Mekkah, Tuhan mencintaimu sangat. Serambi Mekkah, aku memelukmu erat. Jakarta, 8 Desember 2016.

Saya Tidak Ingin Jadi Presiden

Saya tidak sedang bercanda dengan judul tulisan ini. Saya benar-benar tidak ingin menjadi Presiden. Sumpah! Saya, sebagaimana kebanyakan orang lainnya, semasa kecil sempat berkeinginan menjadi seorang Presiden. Setiap siapapun bertanya kepada saya tentang 'Kalau sudah besar nanti mau jadi apa?', saya selalu menjawab dengan tegas dan sedikit polos, 'Presiden'. Apalagi setelah saya amati, ternyata tanggal lahir saya, 6 Juni, bersamaan dengan tanggal lahir Presiden Soekarno. Pengamatan ini saya lakukan saat duduk di sekolah dasar. Lalu pikiran saya mengimajinasikan sebuah kesimpulan bahwa pastilah saya adalah reinkarnasi dari Presiden Soekarno. Imajinasi, mimpi dan cita-cita itu tumbuh sehat dengan asupan nutrisi tinggi, hingga setelah melalui berbagai hari, bulan dan tahun, semakin kesini, mimpi itu memudar sedikit demi sedikit sampai akhirnya saya memutuskan dengan tekad bulat bahwa saya akan membunuh mimpi masa kecil itu. Bahwa saya tidak akan, bahwa saya tidak ingin -...