Langsung ke konten utama

Igauan Malam: Berhenti Bersabar

Sabar ada batasnya, kata sebuah suara. Maka selama batas itu tidak kausentuh, tentu kesabaranku tetap utuh. Namun jika 'kau mulai berani mengutak-atik, aku-pun tak segan untuk menghardik.

Aku bukan Nabi, yang setiap tertimpa persoalan langsung mengadu dan mendapat solusi dari ilahi. Aku juga bukan Malaikat, yang tidak akan ketiban susah, sebab ia tak memiliki nafsu dan gairah.

Kalau aku memilih menjadi karang yang diam bertahan tanpa pernah sekalipun memberi perlawanan, aku akan habis terkikis oleh hantaman ombak yang memberangus tanpa lelah setiap saat. Lalu aku terkulai melayu.

Setidaknya, aku harus mengadopsi semangat juang laron; hewan kecil yang merindukan cahaya. Meski resiko kematian menghadangnya setiap waktu, laron-laron itu seperti tak mengindahkan bahaya-bahaya. Dengan energi tak seberapa, ia nekat menerobos sekat-sekat yang menghalangi langkahnya untuk menjamah cahaya.

Bukankah hidup ini tentang mencari arti? Peterpan jauh-jauh hari sudah melagukannya. Sekali berarti, sudah itu mati. Chairil Anwar lebih jauh lagi sudah mempuisikannya.

Pengertian apa yang dapat kaurengkuh dalam penantian? Sesekali boleh-lah menanti demi memberi jeda pada diri sembari menengok celah kanan-kiri. Namun gebrakan, gertakan dan gerakan pasti adalah harga mati dari sebuah revolusi.

Tuhan memastikan rejeki. Namun ia tidak akan memberinya secaranya cuma-cuma tanpa ada usaha-usaha serius dari mereka yang menginginkan rejeki. Ini aturan baku. Ini sunnatullah. Kalau tidak pernah menjemput bola, sampai kapan-pun bola itu tidak akan pernah kaurebut.

Kebodohan akan abadi selama tidak ada upaya pembelajaran diri. Abadi dan menjalar; sebab ia serupa jamur di musim hujan yang tumbuh subur, atau seperti virus yang akan menyebar terus-menerus jika tidak pernah ada penanganan serius. Lalu kebodohan itu akan mengakar kuat. Menopang batang kebodohan yang kokoh, menghasilkan buah-buah kebodohan. Sebab pembiaran diri dari keengganan terhadap pembelajaran adalah bentuk kebodohon juga. Purnanya, kebodohan itu akan terpelihara, kawin, beranak-pinak, bercucu-cicit; menggenerasi. Produk masterpiece dari kesemuanya adalah warisan kebodohan turun temurun atau jariyah kebodohan yang mengalir terus menerus tanpa putus.

Sudah saatnya berhenti bersabar. Sudah masanya berhenti mengalah. Sudah waktunya berhenti menyerah. Kebodohan dan pembodohan musti kita lawan, apapun bentuknya dengan cara apapun juga.

Bangunlah dari tidur berkepanjangan. Terjagalah dari lelap berkelanjutan. Kita sudah terlalu nyenyak terninabobokkan oleh iming-iming kebahagiaan semu. Kita terlalu lama terlena dalam nilai-nilai palsu. Kita terlalu menikmati kebodohan yang terbungkus dalam ilusi.

Bekasi, 28 Desember 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Rindu

            Tanpa bermaksud mengerdilkan kekuatan super Dilan dalam menanggung beban berat sebuah rindu, sebagai mantan fisikawan abal-abal, saya akan mencoba merumuskan rindu dalam angka-angka untuk mengetahui seberapa berat sebuah rindu yang sedang kita pikul.             Seandainya rindu dapat diilmiah dan diejawantahkan dalam hitung-hitungan bilangan, saya akan katakan bahwa rumus dari rindu adalah jarak dikalikan waktu. Sebab rindu berbanding lurus dengan besaran rentang jarak dan waktu. Semakin jauh jarak seseorang dengan sosok yang dirindukan, semakin besar pula badai rindu yang melandanya. Dan semakin lama waktu terakhir kali berjumpa di antara keduanya, semakin berat pula rindu yang ditanggungnya. R = J x W . R adalah beban rindu yang ditanggung. Mengingat rindu dikaitkan dengan berat (begitu kata Dilan Sang Pakar Rindu), maka dapat dipastikan bahwa satuan ri...

Belajar Tahu Diri dari Gus Miek

"Yang penting kita harus tahu diri. Yaitu menanamkan robbana dholamna anfusana di dalam hati kita masing-masing." Gus Miek. Siapa yang tidak kenal Gus Miek? Mulai dari bromocorah, perempuan penjaja birahi, lady disco, pemabuk, pencuri, maling kelas teri, bandit kelas kakap, tukang becak, pejabat, santri hingga kiai hampir tahu dan mengenal Gus Miek. Gelar yang mereka sematkan kepada Gus Miek juga beragam. Waliyullah, kyai, gus, orang antik dan lain-lain. Gus Miek memang dikaruniai beberapa kelebihan oleh Tuhan. Bahkan ada yang percaya, begitu lahir dunia, Gus Miek sudah diangkat menjadi waliyullah. KekasihNya. Maka tanyakanlah pada setiap sarkub alias sarjana kuburan tentang cerita-cerita Gus Miek. Mereka akan bergairah bercerita beragam kisah seputar keistimewaan Gus Miek yang tidak habis dikisahkan semalam suntuk meski ditemani kepul kopi hitam panas dan gorengan hangat sepiring. Orang terlanjur melihat Gus Miek sebagai individu yang memiliki linuwih. Gus Miek adalah su...

Yai Din Ploso: Kyai Penggiat Jamaah

    Syahdan, dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Airlangga. Kerajaan itu bernama Kahuripan. Prabu Airlangga yang sudah memasuki usia senja berkeinginan untuk menjadi pertapa. Ia berniat meninggalkan kerajaan Kahuripan yang sudah dipimpinnya selama bertahun-tahun. Sebelum benar-benar menjadi pertapa, ia berkeinginan mewariskan tahta kerajaan Kahuripan kepada penerusnya. Sayang, dari permaisurinya, ia hanya dikaruniai seorang putri bernama Sanggramawijaya -sebelum mengganti nama dan lebih dikenal sebagai Dewi Kilisuci. Sanggramawijaya tidak berkeinginan memimpin kerajaan Kahuripan. Ia juga memilih menjadi pertapa dan menolak untuk meneruskan tonggak estafet kepemimpinan yang ditawarkan ayahandanya. Akhirnya Prabu Airlangga memberikan tahtanya kepada dua orang putra dari selirnya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan. Namun tidak mungkin jika kerajaan ini dipimpin oleh dua raja. Tidak ada dua matahari dalam satu langit. Prabu Airla...