Sabar ada batasnya, kata sebuah suara. Maka selama batas itu tidak kausentuh, tentu kesabaranku tetap utuh. Namun jika 'kau mulai berani mengutak-atik, aku-pun tak segan untuk menghardik.
Aku bukan Nabi, yang setiap tertimpa persoalan langsung mengadu dan mendapat solusi dari ilahi. Aku juga bukan Malaikat, yang tidak akan ketiban susah, sebab ia tak memiliki nafsu dan gairah.
Kalau aku memilih menjadi karang yang diam bertahan tanpa pernah sekalipun memberi perlawanan, aku akan habis terkikis oleh hantaman ombak yang memberangus tanpa lelah setiap saat. Lalu aku terkulai melayu.
Setidaknya, aku harus mengadopsi semangat juang laron; hewan kecil yang merindukan cahaya. Meski resiko kematian menghadangnya setiap waktu, laron-laron itu seperti tak mengindahkan bahaya-bahaya. Dengan energi tak seberapa, ia nekat menerobos sekat-sekat yang menghalangi langkahnya untuk menjamah cahaya.
Bukankah hidup ini tentang mencari arti? Peterpan jauh-jauh hari sudah melagukannya. Sekali berarti, sudah itu mati. Chairil Anwar lebih jauh lagi sudah mempuisikannya.
Pengertian apa yang dapat kaurengkuh dalam penantian? Sesekali boleh-lah menanti demi memberi jeda pada diri sembari menengok celah kanan-kiri. Namun gebrakan, gertakan dan gerakan pasti adalah harga mati dari sebuah revolusi.
Tuhan memastikan rejeki. Namun ia tidak akan memberinya secaranya cuma-cuma tanpa ada usaha-usaha serius dari mereka yang menginginkan rejeki. Ini aturan baku. Ini sunnatullah. Kalau tidak pernah menjemput bola, sampai kapan-pun bola itu tidak akan pernah kaurebut.
Kebodohan akan abadi selama tidak ada upaya pembelajaran diri. Abadi dan menjalar; sebab ia serupa jamur di musim hujan yang tumbuh subur, atau seperti virus yang akan menyebar terus-menerus jika tidak pernah ada penanganan serius. Lalu kebodohan itu akan mengakar kuat. Menopang batang kebodohan yang kokoh, menghasilkan buah-buah kebodohan. Sebab pembiaran diri dari keengganan terhadap pembelajaran adalah bentuk kebodohon juga. Purnanya, kebodohan itu akan terpelihara, kawin, beranak-pinak, bercucu-cicit; menggenerasi. Produk masterpiece dari kesemuanya adalah warisan kebodohan turun temurun atau jariyah kebodohan yang mengalir terus menerus tanpa putus.
Sudah saatnya berhenti bersabar. Sudah masanya berhenti mengalah. Sudah waktunya berhenti menyerah. Kebodohan dan pembodohan musti kita lawan, apapun bentuknya dengan cara apapun juga.
Bangunlah dari tidur berkepanjangan. Terjagalah dari lelap berkelanjutan. Kita sudah terlalu nyenyak terninabobokkan oleh iming-iming kebahagiaan semu. Kita terlalu lama terlena dalam nilai-nilai palsu. Kita terlalu menikmati kebodohan yang terbungkus dalam ilusi.
Bekasi, 28 Desember 2016.
Komentar
Posting Komentar