Baru-baru ini, dan seingat saya, juga di tahun-tahun sebelumnya, Facebook menerbitkan video kaleidoskop yang berisi tentang foto-foto kenangan, jumlah like atau komen sepanjang tahun dari pemilik akun.
Sejatinya kaleidoskop merupakan sebuah nama dari alat optik, namun kerap kali diartikan sebagai rentetan peristiwa yang disajikan secara singkat. Karena sifatnya seperti rangkuman, kaleidoskop sering kali terbit di penghujung masa. Tentu kalau batasannya tahun, maka bulan Desember adalah waktu yang tepat untuk menerbitkan kaleidoskop.
Nah, sebagaimana yang facebook lakukan, saya juga akan mencoba throwback ke peristiwa-peristiwa penting nan viral yang sempat menghiasi tahun 2016.
Saya bukan orang yang memiliki ingatan baik. Tipe saya lebih ke lupa-lupa ingat. Tapi tidak masalah. Saya tetap mensyukurinya. Sebab, selain pemberian Tuhan, lupa-lupa ingat tentu akan lebih mempercepat move on seseorang saat ditinggal mantan. Nah loh.
Ok. Tinggalkan soal mantan, kita akan melihat kilas balik peristiwa yang membentang di sepanjang 2016. Tentu saja saya tidak akan menuliskan peristiwa yang tidak saya ingat. Selain karena lupa, banyaknya peristiwa yang terjadi rasanya tidak akan muat jika saya tulis seluruhnya di media blog ini.
Peristiwa pertama yang saya ingat adalah soal penista Pancasila yang kemudian bernasib mujur menjadi duta Pancasila, Zaskia Gotik. Pemilik hak paten goyang itik itu menyebut bahwa lambang sila kelima adalah 'bebek nungging'. Berita mengenai Zaskia Gotik segera viral. Namun anehnya, setelah mengikuti sidang DPR, ia malah diangkat menjadi duta Pancasila. Selain kasus Zaskia, sempat pula terjadi pengangkatan duta aneh yang dialami oleh gadis labil yang mengaku sebagai 'anak jendral'. Duta adalah wakil. Wakil mana yang melecehkan sesuatu yang ia wakili? Aneh? Sampai saat ini-pun saya masih merasa aneh, tapi saya memutuskan tidak jadi merasa aneh sebab saya sadar bahwa saya sedang berada di Indonesia. Harap maklum adanya.
Peristiwa berikutnya adalah tragedi mengenaskan sekaligus tamparan keras bagi bangsa ini. Seorang gadis berumur 14 tahun tewas setelah sebelumnya diperkosa beramai-ramai oleh 14 orang temannya. Ya, Yuyun, gadis belia itu harus menjadi korban dari perbuatan amoral dan keji penuh muatan non-perikemanusiaan. Doa-doa di berbagai tempat digelar. Lilin untuk Yuyun mendadak viral. Dan saya rasa, Yuyun hanya salah satu contoh kecil. Masih banyak Yuyun-yuyun lain yang bertebaran di seantero Nusantara. Ini PR besar bagi bangsa yang mengagung-gaungkan "Kemanusiaan yang adil dan beradab". Semoga tidak ada lagi anak bangsa yang senasib dengan Yuyun. Lahal fatihah.
Selanjutnya kisah tentang motivator ulung yang katanya nomer satu di Indonesia, Mario Teguh yang harus menghadapi 'anak kandungnya' sendiri, Ario Kiswinar. Saya pribadi tidak begitu intens mengikuti perkembangan kasus ini. Sebab, selain kasusnya tidak menarik dan sepele, saya berprasangka baik bahwa toh yang tertimpa kasus adalah orang yang terbiasa mengentaskan masalah orang lain, seorang motivator handal, pencetus 'jalan emas', orang yang kuat mental serta fisik, dan gelar-gelar hebat yang lain-lah pokoknya. Jadi saya kira, pak motivator seorang diri-pun 'harusnya' sanggup menyelesaikannya. Kalaupun dalam perkembangannya ternyata ia gagal atau tidak sanggup, berarti ada yang tidak beres dan saya tidak mau mengetahui ketidakberesan itu. Dan sangat mungkin kredibilitasnya sebagai motivator nomer satu di Indonesia akan tergerus. Saya jadi teringat sebuah meme yang bertuliskan seperti ini, "Urip kui ora sepenak cocote Mario Teguh".
Kemudian ada isu terkait rencana kenaikan harga rokok. Rencananya harga rokok akan dinaikkan menjadi Rp 50.000 per bungkus. Saya pribadi sebagai perokok, sangat aktif memantau serta mengawal perkembangan kasus-wacana ini. Dalam sekejap, meme tentang wacana ini bermunculan dan memviral. Alhamdulillah-nya, sampai saat ini, harga rokok masih tidak melonjak drastis. Kenaikan memang terjadi, tapi hanya seribu atau lima ratus rupiah saja. Itu-pun terjadi karena pengaruh geografis (baca: beda toko).
Dan yang selanjutnya adalah peristiwa 'paling sering muncul di Televisi' sepanjang tahun 2016. Drama saga telenovela Jessica-Mirna, kisah dua orang sahabat itu berakhir tragis di bibir cangkir kopi yang dilumuri racun sianida. Saking luar biasanya kasus ini, sampai-sampai saya tidak mengikutinya. Saya orang yang mudah jenuh. Jumlah persidanganannya secara pasti saja saya tidak tahu. Entah 32 kali, entah 33 kali. Hampir semua televisi menyiarkan secara live sidang kopi maut Jessica. Bahkan menurut salah satu berita yang saya baca, setiap hari, setidaknya lebih dari 6 jam penyiaran sidang Jessica-Mirna berlangsung. Bayangkan saja, 6 jam adalah seperempat hari. Untuk sebuah tayangan, tentu hal ini sangat membosankan.
Peristiwa terakhir adalah masterpiece kasus dari sejumlah rentetan kasus yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2016. Apalagi kalau bukan kasus penistaan Agama yang melibatkan Ahok, Gubernur Jakarta, sebagai tersangka utama. Guncangan kecil yang disulut di Kepulauan Seribu menjadi efek domino dari sejumlah peristiwa besar yang memiliki dampak masif selanjutnya. Ada 411, ada 212, ada pergerakan makar, ada perdebatan massal, ada laku diskriminasi terhadap sebuah roti, ada-ada saja. Kasus ini memantik banyak hal, melibatkan banyak orang, mengukir banyak rekor dan lain-lain. Dua kata, Luar biasa. Itu saja.
Saya tidak akan memberi solusi untuk peristiwa-peristiwa ini. Selain memang karena saya tidak punya kredibilitas sebagai pemberi solusi, seperti Mario Teguh misalnya, saya rasa lebih bijak jika untuk urusan solusi ini, saya kembalikan saja kepada anda, pembaca budiman sekalian. Agar anda tidak menjadi pragmatis, agar anda mampu mengasah naluri berpikir serta tafsir, agar anda terbiasa menyikapi berbagai persoalan, agar anda mampu bersikap kritis tanpa melupakan pijakan fundamentalnya, yakni kebijaksanaan.
Masih banyak peristiwa lain yang terlewatkan dari tulisan saya. Mungkin karena kealpaan saya yang luput mengingatnya sebagai peristiwa besar, atau mungkin murni karena ketidaktahuan saya terhadap peristiwa itu. Atau mungkin bisa jadi memang peristiwa itu sama sekali tidak besar. Sehingga saya tidak sudi mengingatnya.
Satu lagi, di medio awal Desember tahun ini, ada sebuah peristiwa yang berbeda dengan peristiwa lainnya di atas. Berbeda karena peristiwa ini tidak memiliki tersangka atau sebuah nama yang dianggap bertanggungjawab di baliknya. 7 Desember, Aceh, lagi-lagi, terguncang gempa dengan kekuatan 6,5 skala ritcher. Banyak korban jiwa yang bertumbangan. Kerugian yang ditaksir entah mencapai berapa miliar. Sebelumnya, di tahunb2004 lalu, tanggal 26 Desember, Aceh dan sekitarnya terkena musibah Tsunami. Ratusan ribu jiwa melayang. Kesedihan menjalar hingga ke Merauke. Peristiwa yang terjadi di Aceh saat ini mengingatkan saya terhadap tragedi Tsunami 12 tahun silam. Ini musibah yang kalau kita mampu menerimanya dengan lapang dada, akan menjadi anugerah. Memang benar tabah tidak mudah, namun upaya-upaya yang mengarah ke arah itu harus kita gugah. Tentu saja peristiwa ini tidak ada tersangkanya. Kecuali kalau kalian mau dan berani menuduh Tuhan sebagai tersangkanya. Lagi-lagi, jawabannya saya kembalikan kepada anda, pembaca yang budiman nan bijak.
Pada akhirnya, peristiwa apapun yang terjadi adalah sebuah pelajaran bagi kita. Ia tak ubahnya fenomena yang menguji sekaligus menjadi barometer pendewasaan diri dan cara berpikir yang bijaksana. Kita hanya perlu banyak-banyak berintrospeksi dan berkontemplasi mengenai kekurangan yang ada di sana-sini. Semoga tahun depan, segalanya menjadi lebih baik.
Komentar
Posting Komentar